saintgeorgesflushing – Seorang pria berhasil memanjat menara ikonik Big Ben di London, Inggris, dan mengibarkan bendera Palestina pada Sabtu (10 Agustus 2024), hanya beberapa jam setelah sekelompok pengunjuk rasa menyerbu lapangan golf milik mantan Presiden AS Donald Trump di Skotlandia. Kedua aksi ini diduga terkait dengan gelombang protes global menentang kebijakan Israel di Gaza dan dukungan terhadap Palestina.
Kronologi Insiden Big Ben
Menurut laporan polisi setempat, pria berusia 23 tahun itu memanjat struktur Big Ben yang sedang direnovasi pukul 14.30 waktu setempat. Ia membawa bendera Palestina berukuran besar dan berhasil bertahan di puncak menara selama 45 menit sebelum ditangani petugas pemadam kebakaran. Aksi ini mengganggu lalu lintas di sekitar Gedung Parlemen dan menarik perhatian ratusan warga yang merekamnya dengan ponsel.
Serangan ke Lapangan Golf Trump di Skotlandia
Sebelumnya, pada pagi hari yang sama, sekitar 50 aktivis dari kelompok Global Justice Now menerobos lapangan golf Trump Turnberry di Skotlandia. Mereka mengecat dinding dengan tulisan “Free Palestine” dan “Blood on Your Hands”, serta merusak beberapa hole dengan alat berat. Polisi Skotlandia menangkap 12 orang terkait vandalisme ini.
Donald Trump, yang sedang berkampanye untuk Pilpres AS 2024, mengecam aksi tersebut melalui Truth Social: “Ini bukan protes, tapi terorisme. Mereka membenci Amerika dan Israel!”
Respons Pemerintah Inggris
Perdana Menteri Keir Starmer mengutuk aksi di Big Ben: “Protes harus damai. Ini bukan cara menyelesaikan konflik di Timur Tengah.” Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Yvette Cooper mengancam akan memperketat hukuman bagi perusak situs bersejarah.
Dampak dan Reaksi Publik
- Tagar #BigBenForPalestine menjadi trending di media sosial, dengan warganet terbelah antara mendukung “keberanian” aksi dan mengkritiknya sebagai “kriminalitas berkedok aktivisme”.
- Komunitas Yahudi Inggris mengeluarkan pernyataan yang menyesalkan “penggunaan kekerasan yang mengancam kohesi sosial”.
Latar Belakang Konflik
Aksi ini terjadi di tengah memanasnya konflik Israel-Palestina setelah serangan udara Israel di Rafah (5 Agustus 2024) menewaskan 90 warga sipil. PBB mencatat lebih dari 34.000 orang tegal di Gaza sejak Oktober 2023, 70% di antaranya perempuan dan anak-anak.
Polisi London dan Skotlandia sedang menyelidiki kemungkinan keterkaitan jaringan aktivis di balik kedua insiden. Sementara itu, pengadilan akan memutuskan nasib 13 tersangka pekan depan, dengan ancaman hukuman penjara hingga 2 tahun.
Insiden ini kembali memicu debat tentang batasan kebebasan berekspresi versus keamanan publik di tengah konflik geopolitik yang semakin polarisasi.