idf-selidiki-18-kasus-pengerahan-warga-sipil-gaza-sebagai-perisai-manusia-dalam-operasi-militer

saintgeorgesflushing – Angkatan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan sedang menyelidiki 18 laporan dugaan penggunaan warga sipil Palestina di Gaza sebagai “human shields” (perisai manusia) selama operasi militer dalam 6 bulan terakhir. Investigasi internal ini dilakukan menyusul tekanan dari organisasi hak asasi manusia (HAM) internasional dan temuan awal PBB yang menyebut pelanggaran hukum humaniter mungkin terjadi.

Latar Belakang Kasus

Penggunaan “perisai manusia” dilarang keras berdasarkan hukum internasional, termasuk Konvensi Jenewa. Praktik ini melibatkan pengerahan warga sipil atau tawanan untuk melindungi pasukan militer dari serangan, sering berakibat fatal bagi korban. Menurut laporan Breaking the Silence (organisasi mantan tentara Israel), beberapa kasus terjadi selama operasi di Khan Younis dan Rafah awal 2024, di mana warga dipaksa berjalan di depan pasukan IDF untuk mendeteksi ranjau atau posisi militer Palestina.

Detail Investigasi IDF

  • 12 Kasus: Dalam tahap verifikasi saksi dan bukti video.
  • 4 Kasus: Sudah dikonfirmasi, mengakibatkan penundaan pangkat bagi 2 perwira.
  • 2 Kasus: Diklaim IDF sebagai “kesalahpahaman taktis”.
    Brigadir Jenderal Daniel Hagari, juru bicara IDF, menegaskan: “Setiap laporan akan diselidiki secara transparan. Jika terbukti, pelaku akan diadili di pengadilan militer.”

Reaksi Internasional

Komisi Tinggi HAM PBB menyebut investigasi ini “telah terlambat tetapi perlu diapresiasi”. Lembaga HAM Amnesty International merilis dokumen berisi kesaksian 7 warga Gaza yang mengaku dipaksa ikut dalam operasi IDF. “Anak saya yang berusia 14 tahun disuruh membawa tas mencurigakan ke sebuah gedung. Mereka bilang, ‘Jika ini bom, kamu yang mati, bukan kami’,” kata Ahmed al-Masri (43), salah satu saksi.

Sementara itu, Hamas membantah menggunakan warga sipil sebagai tameng. “Ini propaganda Israel untuk mengalihkan perhatian dari pembantaian di Gaza,” kata juru bicara Hamas, Abu Ubaida.

Respons Otoritas Palestina

Otoritas Palestina menuntut intervensi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk menyelidiki kasus ini. “Israel tidak bisa mengadili sendiri pasukannya. Ini seperti serigala menginvestigasi serigala,” tegas Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki. Sejak 2021, ICC telah membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan perang di Palestina, tetapi belum ada tindakan konkret.

Data Korban dan Konteks Konflik

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 1.200 warga sipil tewas dalam operasi militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023, termasuk 300 anak-anak. Sebanyak 60% korban berasal dari wilayah yang menjadi lokasi operasi IDF yang sedang diselidiki.

Analisis Hukum dan Dampak

Ahli hukum humaniter dari Universitas Haifa, Prof. Eyal Gross, menjelaskan: “Jika terbukti, perwira IDF bisa dihukum hingga 10 tahun penjara. Namun, sejarah menunjukkan hanya 0,3% laporan pelanggaran HAM oleh IDF yang berujung pada hukuman berat.”

Di sisi lain, kelompok pro-Israel seperti StandWithUs menyatakan: “IDF adalah tentara paling moral di dunia. Mereka selalu berusaha meminimalkan korban sipil, berbeda dengan Hamas yang menyembunyikan senjata di bawah sekolah dan rumah sakit.”

Apa Selanjutnya?

  • April 2024: PBB akan menggelar sidang darurat membahas temuan awal investigasi.
  • Mei 2024: ICC dijadwalkan mengunjungi Gaza untuk mengumpulkan bukti independen.
  • Juni 2024: IDF berjanji merilis laporan sementara hasil penyelidikan.

Kasus ini kembali memantik debat global tentang accountability dalam konflik Israel-Palestina, sementara warga Gaza masih menunggu keadilan yang mungkin tak pernah datang.